Pernandes01
Sabtu, 21 April 2012
Tugas Sejarah " Makalah Kabinet Burhanuddin Harahap
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Era
1950-1959 adalah era di mana presiden Soekarno memerintah menggunakan
konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950. Periode ini
berlangsung mulai dari 17 Agustus 1950 sampai 6 Juli 1959.
Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar,
pada saat itu terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara
Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara bagian, Negara Republik
Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dihasilkan
perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.
Sejak 17
Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang
Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet
parlementer.
Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar
yang baru sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga
bisa membuat konstitusi baru. Maka Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi
tentang Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali
pada UUD 1945.
Akhirnya,
Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante. Isi
dekrit tersebut ialah :
- Pembentukan MPRS dan DPAS
- Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
- Pembubaran Konstituante
Pada masa ini terjadi banyak pergantian kabinet
diakibatkan situasi politik yang tidak stabil. Tercatat ada 7 kabinet pada masa
ini.
·
1950-1951
- Kabinet Natsir
·
1951-1952
- Kabinet Sukiman-Suwirjo
·
1952-1953
- Kabinet Wilopo
·
1953-1955
- Kabinet Ali Sastroamidjojo I
·
1955-1956
- Kabinet Burhanuddin Harahap
·
1956-1957
- Kabinet Ali Sastroamidjojo II
·
1957-1959
- Kabinet Djuanda
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang “ Kabinet Burhanuddin Harahap” dan
mudah-mudahan tidak lari jauh dari konteks sejarahnya.
2. Rumusan Masalah
A.
Bagaimana Latar Belakang Terbentuknya
Kabinet Burhanuddin Harahap?
B.
Apa Saja Program Kabinet
Burhanuddin Harahap?
C.
Apa Penyebab Runtuhnya Kabinet Burhanuddin
Harahap?
BAB II
PEMBAHASAN
Kabinet Ali – Wongso digantikan oleh
kabinet Burhanuddin Harahap pada tanggal 12 Agustus 1955. Kabinet ini adalah
Kabinet koalisi dengan Masyumi sebagai intinya, sedang partai Nasional
Indonesia (PNI) menjadi partai oposisi. Salah satu program Kabinet Burhanuddin
Harahap adalah “mengembalikan kewibawaan (gezag) moral pemerintah, dalam
hal ini kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat terhadap pemerintah”.
Selain itu, oleh A.B. Lapian dkk,
kabinet ini juga mencantumkan dalam programnya pelaksanaan pemilihan umum,
desentralisasi, masalah inflasi, pemberantasan korupsi, Perjuangan Irian Barat
dan politik kerja sama Asia - Afrika berdasarkan politik bebas aktif. Kabinet
ini terkenal dalam Sejarah Tatanegara Indonesia karena pada masa kabinet inilah
berhasil melaksanakan Pemilihan Umum yang pertama kali sejak Indonesia Merdeka,
untuk memilih anggota-anggota DPR (29 September 1955) dan memilih anggota
konstituante tanggal 15 Desember 1955 (UU Nomor 7 tanggal 7 April 1955).
Kabinet ini juga yang mengembalikan manfaatnya setelah Dewan Perwakilan Rakyat
hasil Pemilu terbentuk pada bulan Maret 1956.
Kabinet Burhanuddin Harahap domissioner
pada tanggal 1 Maret 1956 seiring dengan diumumkannya hasil pemilihan umum
pertama di Indonesia. Kabinet ini merupakan kabinet terakhir yang
pembentukannya didasarkan atas perimbangan kekuatan parlemen sementara. Setelah
itu di mulai kembali kabinet baru yang dibentuk berdasarkan atas perimbangan
kekuatan dalam parlemen hasil pemilu. Yaitu Kabinet Ali – Rum – Idham kabinet
baru yang dilantik tanggal 24 Maret 1956 dan serah terima dengan kabinet
Burhanuddin Harahap tanggal 26 Maret 1956.
2.1.
Latar
Belakang Terbentuknya Kabinet Burhanuddin Harahap
Kabinet Ali – Arifin jatuh akibat dari
pengangkatan Kolonel Bambang Utoyo yang diangkat sebagai KSAD menggantikan
Jenderal Bambang Sugeng dengan pangkat Jenderal Mayor, yang diboikot Kolonel
Zulkifli Lubis wakil KSAD yang merasa lebih berhak menduduki KSAD tersebut dari
Bambang Utoyo yang juga invalid. Kejadian ini tanggal 27 Juni 1955 yang berakibat
pelantikan Bambang utoyo gagal, Kolonel Zulkifli Lubis diskorsing sementara,
tetapi akhirnya dicabut kembali.
Kejadian membuat wibawa pemerintah
dalam hal ini Kabinet Ali – Arifin jatuh terutama terhadap Angkatan Bersenjata
khususnya Angkatan Darat. Akhirnya kabinet ini menyerahkan mandatnya kembali
kepada presiden pada tanggal 24 Juli 1955. Sebagai gantinya Wakil Presiden Dr.
Muh. Hatta menunjuk Mr. Burhanuddin Harahap sebagai formatir kabinet. Kejadian
ini baru pertama kali di Indonesia, formatir kabinet ditunjuk oleh Wakil
Presiden sebagai akibat dari kepergian Soekarno naik Haji ke Mekkah.
Kabinet ini terbentuk pada tanggal 11 Agustus
1955, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 141 Tahun 1955 tertanggal 11 Agustus
1955 dan mulai bekerja setelah dilantik tanggal 12 Agustus 1955.
Kabinet Burhanuddin Harahap adalah
merupakan kabinet koalisi yang terdiri atas beberapa partai, bahkan hamper
merupakan Kabinet Nasional, sebab jumlah partai yang tergabung dalam koalisi
kabinet ini berjumlah 13 partai. Tetapi karena masih ada beberapa partai yang
sebagai oposisi tidak duduk dalam kabinet seperti PNI dan beberapa partai
lainnya, maka kabinet ini termasuk kabinet koalisi.
Jumlah Menteri seluruhnya termasuk
Perdana Menteri, Wakil Perdana Menteri, Menteri Departemental, Menteri Muda,
dan Menteri Negara semuanya 23 orang. Menurut partainya para Menteri itu
sebagai berikut:
a. Masyumi (4 menteri)
b. PIR Hazairin (2 Menteri)
c. PSII (2 Menteri)
d. Demokrat (1 Menteri)
e. NU (2 Menteri)
f. PSI (2 Menteri)
g. PKRI (1 Menteri)
h. Partai Buruh (2 Menteri)
i. PRN (2 Menteri)
j. Parindra (2 Menteri)
k. Parkindo (1 Menteri)
l. PRI (1 Menteri)
m. Non Partai (1 Menteri)
Kabinet ini didominir oleh Partai
Masyumi, walaupun terdapat banyak partai lain tersangkut di dalamnya, tetapi
seakan-akan hanya pelengkap saja. Sehingga sementara pihak ada yang menyebut
kabinet sebagai Kabinet Masyumi karena Masyumi yang paling banyak mawarnai
kabinet ini. Dalam kabinet ini PNI tidak duduk didalamnya dan otomatis
bertindak sebagai partai oposisi, begitu juga PKI yang menjadi musuh Masyumi
tidak duduk dalam kabinet. Seakan-akan kabinet sebagai ganti Kabinet
Ali-Wongso-Arifin di mana Masyumi tidak ikut dan sebagai oposisi.
Komposisi
Menteri-menteri dalam kabinet ini adalah sebagai berikut:
1. Perdana Menteri : Mr. Burhanuddin
Harahap
2. Wakil Perdana Menteri I : R. Janu
Permadi
3. Wakil Perdana Menteri II : Harsono
Cokroaminoto
4. Menteri Luar Negeri : Mr. Anak Agung
Gede Agung
5. Menteri Dalam Negeri : Mr. R.
Sunaryo
6. Menteri Pertahanan : Mr. Burhaniddin
Harahap
7. Menteri Keuangan : Prof. Dr. Sumirto
Joyohadikusumo
8. Menteri Perekonomian : I.J. Kasimo
9. Menteri Pertanian : Muhammad Sarjan
10. Menteri
Perhubungan : F. Laoh
11. Menteri Muda Perhubungan :
Asroruddin
12. Menteri Agraria : Mr. Gunawan
13. Menteri Pekerj. Umum & Tenaga :
R. Panji Suroso
14. Menteri Kehakiman : Mr. Lukman
Wariadinata
15. Menteri Perburuhan : Iskandar
Tejakusuma
16. Menteri Sosial : Sudibyo
17. Menteri Agama : K. H. Muhammad
Ilyas
18. Menteri PP & K : Prof. Ir.
Suwandi
19. Menteri Kesehatan : Dr. J. Leimena
20. Menteri Penerangan : Syamsuddin
Sutan Makmur
21. Menteri Negara : Abdul Halim
22. Menteri Negara : Sutomo/ Bung Tomo
23. Menteri Negara : Drs. Comala Ajaib
Nur
Hampir semua Menteri dalam kabinet ini
adalah wajah baru, Cuma beberapa orang saja yang sudah duduk dalam Kabinet Ali
I mereka di antaranya:
a. Mr. Sunaryo yang menjadi Menteri
Dalam Negeri Kabinet Ali-Arifin sesudah Mr. Hazaairin mundur sebagai menteri
dalam Negeri sejak 17 November 1954.
b. R.P. Suroso sebagai Menteri Sosial
dalam Kabinet Ali I sekarang sebagai Menteri Pekerja Umum dan Tenaga.
c. Sudibyo dulu pernah duduk dalam
Kabinet Ali I sebagai Menteri Urusan Kesejarahan Rakyat, tetapi ia mengundurkan
diri bersama teman separtainya (PSII) yaitu Abikusno Cokrosuyoso sejak 14
September 1953, sekarang sebagai Menteri Sosial.
2.2.
Program Kabinet Burhanuddin Harahap
Kabinet Burhanuddin
Harahap ini mempunyai Program Kabinet yaitu:
1. Mengembalikan kewibawaan (Gezag)
moril pemerintah Cq kepercayaan Angkatan Darat dan Masyarakat kepada
Pemerintah.
2. Melaksanakan Pemilihan Umum menurut
rencana yang sudah diitetapkan dan menyegerakan terbentuknya parlemen baru.
3. Menyelesaikan perundang-undangan
desentralisasi sedapat-dapatnya dalam tahun 1955 ini juga.
4. Menghilangkan faktor-faktor yang
menimbulkan inflasi.
5. Memberantas korupsi.
6. Meneruskan perjuangan mengembalikan
Irian Barat ke dalam Wilayah Republik Indonesia.
7. Memperkembangkan politik kerja sama
Afrika – Asia berdasarkan politik bebas dan aktif menuju perdamaian.
Program tersebut diatas cukup praktis
dan tidak terlalu banyak. Diantaranya program kabinet ini ada yang dapat
dilaksanakan, tapi juga ada yang belum dapat terlaksana. Memang kita menyadari
sekali bahwa kabinet ini tidak berumur panjang, hanya sekitar 6,5 bulan saja.
Program yang belum terlaksana adalah Pengembalian Irian Barat ke dalam Wilayah
Negara Indonesia. Usaha ini baru berhasil pada masa pemerintahan Kabinet Kerja
III yaitu pada tanggal 1 Mei 1963.
Program
Kabinet yang berhasil dengan baik adalah
1. Mengadakan perbaikan ekonomi,
termasuk di dalamnya keberhasilan pengendalian harga, menjaga agar jangan
terjadi inflasi dan sebagainya. Dalam masalah ekonomi kabinet ini berhasil
cukup baik. Dapat dikatakan kehidupan rakyat semasa kabinet cukup makmur, harga
barang tidak melonjak naik akibat inflasi.
2. Berhasil ,menyelenggarakan pemilihan
umum untuk anggota-anggota DPR.
3. Berhasil mengembalikan wibawa
pemerintah terhadap Angkatan Darat
Pemilihan umum di Indonesia yang
pertama di selenggarakan pada tanggal 29 September 1955. Satu setengah bulan
setelah terbentuknya kabinet ini. Sebagai ketua Lembaga Pemilihan Umum adalah
Menteri Dalam Negeri waktu itu yaitu: Mr. Sunaryo yang berasaskan langsung,
umum. Bebas, dan rahasia alias LUBER.
Yang paling menarik dari pemilihan umum
saat itu, semua kontestan ikut duduk dalam kepanitian Pemilu, mulai tingkat
pusat sampai ke PPD, PPS bahkan sampai ke KPPS. Biasa dikatakan yang menjadi
panitia Pemilihan Umum waktu itu adalah Pemerintah bersama Parpol. Sehingga
karena Parpol yang menjadi kontestan pemilu, terjun juga dalam kepanitiaan,
maka keadilan dan keberhasilan jalannya pemilu lebih terjamin sesuai dengan
asas langsung, umum, bebas, dan rahasia. Sehingga kepanitiaan yang mana
kontestan ikut terlibat di dalamnya lebih baik. Sebab apabila seorang anggota
panitia mau melakukan kecurangan takut dan segan kepada panitia lain yang dari
partai lain. Maka ia akan jaga diri Partainya (Bibit.1985:168).
Hasil dari pemilihan umum tanggal 29
September 1955 adalah:
1. PNI : 57 kursi 15. Partai Buruh : 2
kursi
2. Masyumi : 57 kursi 16. PRI : 2 kursi
3. Partai NU : 45 kursi 17. PRIM : 2
kursi
4. PKI : 39 kursi 18. AKUI : 1 kursi
5. PSII : 8 kursi 19. ACOMA : 1 kursi
6. Parkindo : 8 kursi 20. PPTI : 1
kursi
7. Partai Katolik : 8 kursi 21. PRD : 1
kursi
8. PSI : 6 kursi 22. R.Sujono P : 1
kursi
9. PERTI : 5 kursi 23. PIR Wongso : 1
kursi
10. IPKI : 4 kursi 24. PIR Hazairin : 1
kursi
11. GPP : 4 kursi 25. Permei : 1 kursi
12. PRN : 2 kursi 26. Baperki : 1 kursi
13. P3RI : 2 kursi 27. Parindra : 1
kursi
14. Murba : 2 kursi 28. Peratuan Daya :
1 kursi
Total
semua berjumlah 257 kursi
3.1. Jatuhnya Kabinet Burhanuddin
Harahap
Kabinet
Burhanuddin Harahap memerintah hanya selama 5 – 6 bulan saja, tetapi banyak
mendapatkan keberhasilan dan kesuksesan sebagaimana kami tuturkan di atas.
Sebenarnya kabinet ini di dalam menjalankan pemerintahan kompak dan utuh, tidak
ada pertentangan dan keretakan dalam tubuh kabinet. Begitu juga tidak ada
pertentangan antar partai yang ikut dalam koalisi kabinet ini, tidak seperti
kabinet-kabinet sebelumnya. Sebaliknya kelompok oposisi seperti : PNI dan
sebagainya tidak terlalu berusaha menjatuhkan kabinet. Sebenarnya kabinet ini
masih berjalan baik. Cuma Presiden kurang merestui kabinet ini, karena yang
menunjuk Burhanuddin Harahap sebagai formatir kabinet adalah drs. Muh. Hatta.
Setelah
hasil pemungutan suara diumumkan dan pembagian kursi di DPR diumumkan, maka
tanggal 2 Maret 1956 pukul 10.00 siang Kabinet Burhanuddin Harahap mengundurkan
diri, menyerahkan mandatnya kepada Presiden, untuk dibentuk kabinet baru
berdasarkan hasil pemilihan umum. Sebenarnya kabinet ini seandainya terus
bekerja tidak apa-apa selagi tidak ada mosi tidak percaya dari parlemen. Tetapi
secara Ethika politik demokrasi parlementer, kabinet ini dengan sukarela
menyerahkan mandatnya, setelah berhasil melaksanakan Pemilu baik untuk anggota
DPR maupun konstituante.
Jadi
kabinet ini jatuh tidak dikarenakan keretakan di dalam tubuh kabinet, juga
bukan karena dijatuhkan oleh kelompok oposisi yang mencetuskan mosi tidak
percaya dari parlemen, tetapi merasa tugasnya sudah selesai. Kabinet terus
bekerja sebagai Kabinet Domissioner selama 20 hari yaitu sampai terbentuknya
kabinet baru yakni Kabinet Ali – Rum – Idham yang dilantik tanggal 24 Maret
1956 dan serah terima dengan Kabinet Burhanuddin Harahap tanggal 26 Maret 1956.
Setelah itu Eks Perdana Menteri ataupun Menteri lagi sampai kini dalam kabinet
mana pun juga dan dimana pun juga.
BAB III
PENUTUP
. B. Kesimpulan
☺ Kabinet Burhanuddin Harahap merupakan Kabinet yang terbentuk pada 12 Agustus 1955.
☺
Salah satu program yang paling berhasil pada masa Kabinet
Burhanuddin Harahap yaitu mengadakan Pemilu I ( 29 September
1955).
☺
Kabinet ini tidak mengalami kegagalan.
Dengan
selesainya Pemilihan Umum kabinet ini dianggap selesai. 3 Maret 1956
Burharuddin Harahap menyerahkan mandat pada Presiden.
. A.Saran
♪ Mengingat pentingnya mempelajari sejarah, kami sebagai penulis berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semoga para pembaca dapat
terbantu dengan adanya makalah ini.
Daftar Pustaka
A.B.
Lapian dkk.1996. TERMINOLOGI SEJARAH 1945-1950 & 1950-1959. Jakarta:
CV. Defit Prima Karya Jakarta
Siregar, Insan Fahmi.2008. Sejarah
Indonesia Kontemporer. Semarang
Soegito, A.T. 1987. Sejarah
Ketatanegaraan Republik Indonesia. Semarang
Suprapto, Bibit.1985. Perkembangan
Kabinet dan Pemerintah di Indonesia. Malang: Ghalia Indonesia
Ricklef, M.C. 1998. Sejarah
Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Langganan:
Postingan (Atom)